PEMAHAT DAN PENGUKIR JIWA
(Elly Risman, Psi)
Saya penikmat hasil pahatan dan ukiran, baik berupa patung, berbagai jenis kerajinan tangan, perhiasan, sampai kaligrafi. Bila saya punya waktu, saya akan ‘betah duduk’ mencermati sang pemahat atau pengukir mengerjakan pahatan dan ukirannya. Tak habis habis kagum saya terhadap akal, ide dan kreativitas yang dimilikinya dalam mewujudkan karyanya yang tentunya berujung pada kekaguman terhadap sang maha Pencipta.
Bukankah menjadi pemahat atau pengukir selain memiliki bakat yang luar biasa, harus ulet, tekun, sabar, kreatif, bersungguh-sungguh dan haqqul yaqin akan menghasilkan suatu karya yang sangat indah? Lepas apakah itu berbahankan gelondongan kayu, berbagai jenis logam, semen, bahkan akar kayu yang sudah lama terendam tanah, atau air sekalipun bisa menjelma menjadi karya yang luar biasa…
Belajar dari pemahat dan pengukir, bukankah kita juga sebenarnya tak ubah seperti mereka? Hanya saja kalau teman-teman pemahat dan pengukir substansinya benda nyata, konkrit, tapi kalau sebagai orang tua kita memahat dan mengukir ganda: Memahat dan mengukir fisik dan terlebih lagi memahat dan mengukir jiwa... Ya, kita PEMAHAT dan PENGUKIR JIWA.
Anak yang dianugrahkan kepada kita sebenarnya sudah berbentuk fisiknya dan umumnya sempurna. Kalaupun ada kurang-kurangnya disalah satu aspek, dengan ke Maha Rahim – manNya, kekurangan tersebut telah diseimbangkan dengan di’lebih’kanNya di bidang yang lain.
Anak kita juga sudah diberikan berbagai kecenderungan dengan menganugrahi mereka hal-hal yang diturun-temurunkan dari kita orang-tuanya, dan kakek nenek dari kedua belah pihak. Tapi aspek keturunan ini hanya mengambil bagian 20% saja dari apa yang telah dan akan dimiliki oleh anak kita. 80% kita lah yang mengisi, kita lah yang membentuk, dan kita lah yang memahat dan mengukirnya.
Sehingga ia menjadi bentukan yang kokoh, baik dan Indah.
Untuk itu Allah melengkapi Ayah dengan tubuh yang kuat, ratio lemak dan tulang yang lebih bagus, testosterone lebih banyak di otak, alat kelamin yang bisa membuahi, dan otak kiri yang membuat beliau terampil berpikir logis dan melihat kedepan.
Sementara Ibu dilengkapi antara dengan ovarium, rahim, estrogen dan progesterone, serotonin dan otak kanan, serta persediaaan kata yang puluhan ribu jumlahnya dalam sehari…
Semua ini adalah persediaan dan kekuatan agar kita bisa jadi pemahat dan pengukir yang bukan saja berusaha menyempurnakan bentuk lahir yang sudah diberikan Allah untuk tumbuh dan berkembang tanpa cacat, tetapi yang lebih penting adalah memahat dan mengukir jiwa, dengan memperindah segenggam daging yang ada di dalam tubuh bernama Hati.
Hati inilah yang perlu dipahat agar tunduk, jernih, thaat, baik, lembut, lapang, tulus ikhlas dan senantiasa merendah karena tawadhu’.
Rasulullah mengatakan bahwa kualitas manusia lepas indah, gagah, tampan ataukah cantik ditentukan oleh daging yang segumpal ini…
Banyak sekali orang tua silap dan lupa untuk memahat daging yang segumpal ini, karena hidup yang tergesa gesa, silap merumuskan tujuan pengasuhan, hanyut dalam persaingan dan terlalu kawatir terhadap masa depan. Salah satu bentuk kesilapan ini adalah untuk mengenali bahwa tubuh dan hati seperti kita sebutkan tadi, memang ada unsur turunan tapi 80% tergantung piawai atau tidaknya sang pemahat atau pengukir.
Ada dua unsur utama yang harus kita sadari sebagai pemahat dan pengukir jiwa anak-anak kita, bahwa yang berkembang lebih dahulu pada anak-anak kita adalah PENDENGARAN dan PENGLIHATAN. Maka seharusnya kita berhati-hati benar dengan apa yang didengar oleh anak-anak kita, baik berupa kata-kata maupun intonasi bicara. Pendengaran berkembang lebih dahulu dari yang lain. Alat pendengaran ini pun sebagaimana panca indra lainnya dibuat sangat khusus oleh Allah bentuknya. Cupingnya yang indah yang menampung kata kata, kemudian lorongnya yang dalam dan panjang, cairan yang kental dan sangat pahit untuk mencegah binatang masuk dan merusak bagian dalam telinga sehingga akan mengganggu pendengaran.
Binatang kecil saja dihindari Allah untuk masuk ke pendengaran anak kita apa lagi kata-kata yang tidak baik. Marilah kita belajar bagaimana Allah melindungi telinga anak kita dari binatang sekecil apapun hendaknya kita belajar bagaimana menghindari mereka dari kata dan bunyi yang merusak jiwanya. Allah telah mengingatkan kita soal berkata-kata ini dalam berbagai cara:
”Wa quulu linnasi husna”bicaralah baik-baik pada manusia
“Qaulan Maisuran” berkata dengan kata yang mudah
“Qaulan Layyinan” dengan lemah lembut
“Qaulan Sadiidan” berkata Benarlah
“Qaulan Kariman” berkatalah dengan kata-kata yang mulia dan lainsebagaimnya.
BAGAIMANALAH KATA-KATA YANG TELAH MASUK KEJIWA ANAK KITA SELAMA INI?
Jangan-jangan kata tak sesuai perintah Allah.. Dan intonasi lebih banyak melengkingnya dari pada nada yang rendah sesuai kemampuan jiwanya.
Bukan saja anak yang sering dibentak akan menghardik tapi bila mereka tak bisa mengungkapkan rasa, dia tidak saja akan memendam berjuta rasa negatif tapi akan merenggangkan jarak orang tua dan anak tak bisa diukur dengan kilometer..
Apa gunanya....??
Selain di awal usianya anak belajar lewat mendengar, anak kita juga belajar dari melihat.. Bagaimana kita memelihara penglihatannya dari apa yang patut dan tidak patut mereka saksikan. Kitalah yang harus mulai mengendalikan diri misalnya untuk tidak berganti pakaian dihadapan anak kita yang berusia diatas 2.5 tahun, memisahkan tidur mereka dari kamar kita pada usia 3.5 – 4 tahun, tidak satu selimut dengan saudara kandungnya sejenis diatas usia tujuh, membatasi pandangannya dari hal-hal yang tidak patut dari gadget dan internet.
Bukankah Allah berkali kali memerintahkan kita untuk menahan pandangan dan menjaga kemaluan kita?
Teman-teman, sungguh kita di perlengkapi oleh Allah untuk jadi pemahat dan pengukir Jiwa anak kita. Anak-anak kita harus jadi Baik dulu sebelum Cantik atau Ganteng. Baik dulu sebelum Pintar dan Hebat.
Bukankah banyak benar sekarang kita temukan orang Pintar dan Hebat tapi sama sekali tidak Baik?
Dalam nenggambarkan penghuni syurga saja Allah mendeskripsikan Baik dulu baru Cantik : "Fii hinna khairaatun hisan" : Di dalam syurga itu ada bidadari bidadari yang baik baik dan jelita!"
Marilah kita produksi hasil pahatan dan ukiran yang baik dan indah dari rumah produksi kita untuk dan karena Allah, demi hari tua dan akhirat kita.
Yuk, kita mulai sejak kecil bak lirik sebuah lagu:
Belajar diwaktu kecil bagai mengukir diatas batu,
Belajar sesudah dewasa laksana mengukir diatas air
Selamat menjadi pemahat dan pengukir Jiwa yang ulung..
Salam hangat,
Elly Risman, Psi
#EllyRismanParentingInstitute
#ParentingEraDigital
Tidak ada komentar:
Posting Komentar